Pembelajaran Berwawasan Kemasyarakatan PDGK4306
Modul 1
Pemikiran Tokoh
Pembelaaran Berwawasan Kemasyarakatan
Kegiatan Belajar 1 : Pandangan Kritik Sosial dalam
Pembelajaran (Teori Belajar Humanistik)
Teori
Humanstik dipelopori oleh Jurgen Habermas. Menurut teori humanstik, proses
belajar harus dimulai dan ditujukan
untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Menurut Ausbel (Rene: 1996)
belajar bermakna meaning learning,
belajar merupakan asimilasi bermakna. Sedangkan menurut Kolb (Rene: 1996)
membagi tahap-tahap belajar menjadi 4 tahap, yaitu :
1.
Tahap
pengalaman konkret. Seseorang mampu atau dapat mengalami suatu peristiwa atau
suatu kejadian sebagaimana adanya.
2.
Tahap
pengamatan aktif dan reflektif, seseorang makin lama akan semakin mampu
melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang dialaminya.
3.
Tahap
konseptualisasi, seseorang sudah mulai berupaya untuk membuat abtraksi,
mengembangkan suatu teori, konsep atau hokum dan prosedur tentang suatu yang
menjadi objek pengmatannya.
4.
Tahap
eksperimentasi aktif. Seseorang sudah mampu mengaplikasikan konsep-konsep,
teori-teori atau aturan-aturan ke dalam situasi nyata.
Habermas
membagi tipe belajar ke dalam tiga bagian, yaitu (1) belajar teknis, (2)
belajar praktis, dan (3) belajar emansipatoris.
Honey
dan Mumford menggolongkan orang yang belajar ke dalam empat kelompok, yaitu :
(1) kelompok aktivis, (2) kelompok reflector, (3) kelompok teoris, (4) kelompok
pragmatis.
Langkah-langkah
pembelajaran dengan pendekatan teori humanitis, yaitu :
a. Menentukan
tujuan-tujuan pembelajaran
b. Menentukan materi
pembelajaran
c. Menngidentifikasi
kemampuan awal peserta didik
d. Mengidentifikassi
topik-topik pelajaran yang memungkinkan siswa secara aktif melibatkan diri
dalam belajar.
e. Merancang fasilitas
belajar seperti lingkungan dan media pembelajaran
f. Membimbing siswa
belajar secara aktif
g. Membimbing siswa untuk
memahami hakikat atau makna dari pengalaman belajarnya
h. Membimbing siswa
membuat konseptualisasi pengalaman belajarnya
i.
Membimbing
siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke dalam situasi nyata
j.
Mengevaluasi
proses dan hasil belajar.
Kegiatan Belajar 2 : Pandangan Progresif dalam
Pembelajaran
Pandangan
progresivisme berasal dari pikiran
John Dewey (Tilaar: 2000). Peserta didik dipandang sebagai orang yang merupakan
bagian dari masyarakat, sehingga proses pendidikan harus memiliki orientasi
terhadap masyarakat. Dewey menyebutkan bahwa terdapat tiga tingkatan kegiatan yang
biasa dipergunakan di sekolah, yaitu :
1) Untuk anak pendidikan
pra-sekolah diperlukan latihan berkenaan dengan pengembangan kemampuan panca
indera dan pengembangan koordinasi fisik.
2) Menggunakan bahan
belajar yang bersumber dari lingkungan yang dapat merangsang minat anak belajar
agar mampu membangun, mencoba dan mengambangkan kretivitas.
3) Anak menemukan ide-ide
atau gagassan, mengujinya, dan menggunakan ide-ide atau gagasan tersebut untuk
memecahkan persoalan yang sama.
Pikiran-pikiran
progresivisme berbeda dalam cara pandang terhadap pendidikan tradisional, dalam
hal ; (1) guru memiliki kendali dalam pembelajaran, (2) hanya percaya bahwa
buku sebagai satu-satunya sumber informasi, (3) belajar yang pasif, dan
cenderung tidak faktual, (4) memisahkan sekolah dengan masyarakat, dan (5)
menggunakan hukuman fisik dalam menegakkan disiplin.
Terdapat
lima prinsip pendidikan progresif, yaitu (1) berikan kebebasan pada anak untuk
berkembang secara alamiah, (2) minat dan pengalaman langsung merupakan rangsangan paling baik
untuk belajar, (3) guru memiliki peran sebagai narasumber dan pembimbing
kegiatan belajar, (4) mengembangkan kerja sama antara sekolah dengan keluarga,
(5) sekolah profresif harus menjadi laboratorium reformasi dan pengujian
pendidikan.
Kegiatan Belajar 3 : Pandangan Sosiokultural
Konstruktivis dalam Pendidikan
Resolusi Konstruktivis memiliki akar
yang kuat di dalam sejarah pendidikan. Konstruktivisme lahir dari gagasan
Piaget dan Vygotsky, yang keduanya menekankan bahwa perubahan kognitif hanya
terjadi jika konsepsi-konsepsi yang
telah dipahami sebelumnya diolah melalui
suatu proses ketidakseimbangan dalam upaya memahami informasi-informasi baru.
Ide-ide
konstruktivisme modern banyak berlandaskan kepada teori Vygotsky yang telah
digunakan dalam menunjang metode pengajaran yang menekankan pada pembelaaran
kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, dan penemuan (Mohamad Nur: 1999).
Terdapat
empat prinsip kunci yang diturunkan dari teori konstruktivisme modern, yaitu :
1) Penekanannya pada hakikat
sosial dari pembelajaran.
2) Ide bahwa belajar
paling baik apabila konsep itu berada dalam zona perkembangan mereka.
3) Adanya penekanan
terhadap keduanya, yaitu hakikat sosial dari belajar dan zona perkembangan
terdekat yang dinamakan dengan pemagangan kognitif.
4) Pada proses
pembelajaran menekankan kemandirian atau belajar menggunakan media.
Menurut
teori konstruktivis, pengetahuan bukanlah kumpulan fakta dari suatu kenyataan
yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi kognitif seseorang
terhadap objek, pengalaman, maupun lingkungannya.
Von
Galserfeld mengemukakan beberapa kemampuan yang diperlukan dalam proses
kognitif pengetahuan, yaitu (1)
kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan
membandingkan dan mengambil keputusan akan kesamaan dan perbedaan, (3)
kemampuan untuk lebih menyukai suatu pengalaman yang satu dari padda yang
lainnya.
Paradigma
kontruktivistik memandang siswa sebagai pribadi yang sudah memiliki kemampuan
awal sebelum mempelajari sesuatu. Kemampuan awal tersebut menjadi dasar dalam
mengonstruksi pengetahuan yang baru.
Pendekatan
Vygotsky menganjurkan pngetesan lapisan bawah dan atas zona itu sehingga
mengetahui tentang tingkat status dan kemampuan normal siswa saat ini di
samping juga berapa banyak siswa mendapatkan manfaat dari jenis-jenis bantuan
tertentu.
Kegiatan Belajar 4 : Pandangan Ki Hadjar Dewantoro
terhadap Pendidikan
Pendidikan
adalah upaya untuk memerdekakan manusia dalam arti bahwa menjadi manusia yang
mandiri, agar tidak tergantung kepada orang lain baik lahir ataupun batin.
Kemerdekaan yang dimaksud dari 3 macam, yaitu : berdiri sendiri, tidak
bergantung pada orang lain, dan dapat mengatur dirinya sendiri.
Lahirnya
pendidikan Taman Siswa juga diilhami oleh model pendidikan barat yang tidak menyelesaikan
persoalan peningkatan kualitas sumber daya manusia waktu itu. Menurutnya
Pendidikan barat memiliki ciri : perintah, hukuman dan ketertiban. Ki Hadjar
Dewantoro merupakan salah satu perkosaan terhadap kehidupan batin anak-anak.
Oleh karena itu, tidak heran apabila hasil pendidikan barat melahirkan anak
dengan budi pekerti rusak sebagai akibat dari anak yang hidup di bawah paksaan
dan hukuman, yang biasanya tidak setimpal dengan kesalahannya.
Beberapa
falsafah Ki Hadjar Dewantoro berkenaan dengan pendidikan, yaitu :
1. Segala alat, usaha dan
juga cara pendidikan harus sesuai denngan kodratnya
2. Kodratnya itu tersimpan
dalam adat istiadat setiap masyarakat dengan berbagai kekhasan, yang kesemuanya
itu bertujuan untuk mencapa hidup tertib dan damai
3. Adat istiaddat sifatnya
selalu berubah (dinamis)
4. Untuk mengetahui
karakteristik mesyarakat saat ini diperlukan kajian dalam mendalam tentang
kehidupan masyrakat tersebut di masa lampau, sehingga dapat diprediksi
kehidupan yang akan datang pada masyarakat tersebut.
5. Perkembangan budaya
masyarakat akan dipengaruhi oleh unsur-unsur lain. Hal ini terjadi karena
terjadinya pergaulan bangsa.
Modul 2
Ruang Lingkup
Kebudayaan dalam Pendidikan
Kegiatan Belajar 1 : Hakikat Kebudayaan
Kata
“kebudayaan” berasal dari bahasa Sansekerta buddayah
yang merupakan bentuk jamak dari “buddhi”
yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai “hal-hal yang
bersangkut paut dengan budii atau akal”. Adapaun istilah culture yang merupakan
istilah bahasa asing sama artinya dengan kebudayaan, berasal dari kata latin
“colere”, yang artinya mengolah atau mengerjakan, yaitu mengolah tanah atau
bertani. Dari asal kata tersebut (colere) kemudian culture diartikan sebagai
segala daya dan kegiatan manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Menurut
Tylor (1871) kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hokum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan
serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota
masyarakat. Dengan kata lain, kebudayaan mencakup kesemuanya yan didapatkan
atau dipelajari oleh manusia sebgai anggota masyarakat.
Tilaar
(2002) merinci definisi yang dikemukakan E.B. Tylor sebagai berikut :
1) Kebudayaan merupakan
suatu keseluruhan yang kompleks.
2) Kebudayaan merupakan
suatu prestasi kreasi manusia yang bukan material, artinya berupa bentuk-bentuk
prestasi psikologis seperti : ilmu pengetahuan, kepercayaan, dan seni.
3) Kebudayaan dapat pula
berbentuk fisik seperti hasil seni
4) Kebudayaan dapat pula
berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah seperti hokum, adat istiadat yang
berkesinambungan.
5) Kebudayaan diperoleh
dari lingkungan.
6) Kebudayaan tidak
terwujud dalam kehidupan manusia soliter atau terasing tetapi yang hidup dalam
suatu masyarakat tertentu.
J.J.
Honingmann membuat perbedaan atas tiga gejala kebudayaan, yakni : (1) ideas,
(2) activities, (3) artifacts. Namun demikian Koentjaraningrat (1996)
menyarankan agar kebudayaan dibeda-bedakan sesuai empat wujudnya, yang terdiri
dari : (1) artifacts, (2) sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola, (3)
sistem gagasan, (4) sistem idiologis.
Kegiatan Belajar 2 : Unsur-unsur Pokok Kebudayaan
Menuurt
Melville J. Herskovits (Soekanto: 1990) ada 4 unsur pokok kebudayaan, yaitu :
1. Alat-alat teknologi
2. Sistem ekonomi
3. Keluarga
4. Kekuasaaan politik
Menurut
Malinowski (Soekanto: 1990) menyebut unsur-unsur pokok kebudayaan adalah
sebagai berikut :
1. Sistem norma yang
memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat di dalam supaya
menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat-alat dan lembaga
atau petugas pendidikan
4. Organisasi kekuatan
Menurut
C. Kluckhohn (1953) menyebutkan unsur-unsur pada kebudayaan yang ada di dunia
ini secara universal terdiri atas :
1. Peralatan dan
perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga,
senjata, alat-alat produksi, transportasi, dsb)
2. Mata pencaharian hidup
dan sistem-sistem ekonomi (pertanian,
peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dsb)
3. Sistem kemasyarakatan
(sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum dan sistem pekawinan)
4. Bahasa (lisan maupun
tertulis)
5. Kesenian (seni rupa,
seni rupa, seni gerak, dsb)
6. Sistem Pengetahuan
7. Religi (sistem
kepercayaan)
Unsur-unsur
normative yang merupakan bagian dan kebudayaan adalah sebagai berikut :
1. Unsur-unsur yang
menyangkut penilaian, misalnya baik dan buruk, dsb
2. Unsur-unsur yang
berhubungan dengan apa yang seharausnya, seperti perilaku.
3. Unsur-unsur yang
menyangkut kepercayaan, seperti mengadakan upacara adat saat kelahiran, dsb.
Kegiatan Belajar 3 : Fungsi Pendidikan dalam
Kebudayaan
Di
dalam transmisi kebudayaan terdapat tiga unsur utama, yaitu :
1. Unsur-unsur yang
ditransmisikan
2. Proses transmisi
3. Cara transmisi
Pada
masyarakat modern, sekolah merupakan salah satu lembaga utama yang dipergunakan
oleh orang dewasa dalam mewariskan kebudayaan kepada anak-anaknya. Oleh karena
itu, guru atau tenaga kependidikan harus memiliki pemahaman yang jelas tentang
budaya yang berkembang di masyarakat, baik secara makro maupun secara mikro
yang meliputu nilai, kepercayaan, dan norma.
D’Antonio
(1983) mendefinikan keluarga sebgai suatu unit yang terdiri dua orang atau
lebih yang hidup bersama untuk suatu periode waktu, dan diantara mereka saling
berbagi dalam suatu hal atau lebih, yang berkaitan dengan pekerjaan, seks,
kesejahteraan, dan makanan anak-anak, kgiatan intelektual, spiritual, dan
rekreasi.
Rollin
dan Galligen (1978) mendefinikan keluarga sebagai suatu sistem interaksi semi
tertutup di antara orang-orang yang bervariasi umur dan jenis kelaminnya,
dimana interaksi tersebut terorganisasi dalam arti hubungan proses sosial
dengan norma dan peranan yang ditentukan, baik oleh individu yang beriteraksi
mauupun oleh masyarakat sebgai suatu ciri dari sistem tersebut.
Zimmerman
(1983) mengemukakan fungsi utama keluarga adalah sebagai berikut :
1. Pemeliharaan fisik dan
kesejahteraan anggota keluarga
2. Meambah anggota
keluarga baru, baik melalui kelahiran amupun adopsi
3. Sosialisasi anak-anak
tehadap orang dewasa, seperti sebgai orang dewasa, pekerja, anggota masyarakat,
dll
4. Pengendali sosial
anggota keluarga
5. Pemelihara moral
keluarga dan motivasi untuk memastikan kinerja tugas baik di dalam keluarga
maupun dalam kelompok sosial lain.
6. Produksi dan konsumsi
peralatan dan pelayanan yang diperlukan untuk mendorong dan memelihara inti
keluarga
Di
dalam proses pembudayaan terdapat pengertian-pengetian seperti invensi dan
penemuan, difusi kebudayaan, akulturasi, asimilasi, inovasi, fokus, krisis, dan
prediksi masa depan.
Menurut
kajian Bremeld (Tilaar: 2000) proses kebudayaan mempunyai tiga aspek yang
saling berkaitan satu dengan lainnya, yaitu :
1. Kebudayaan mempunyai
tata susunan (order) yang kompleks namun merupakan suatu anyaman yang berpola
2. Nilai-nilai kebudayaan
ditransmisikan dengan proses-proses acquiring, dan
3. Proses pembudayaan
mempunyai tujuan
MODUL 3
Pembelajaran
Berwawasan Kemasyarakatan
Kegiatan Belajar 1 : Arah Baru Pendidikan Menuju
Demokratisasi
Dengan
terjadinya pergeseran peran pendidikan, maka secara mendasar pendidikan perlu
memiliki karakteristik sebgai berikut :
1. Mampu mangembangkan
kreativitas, kebudayaan, dan peradaban
2. Mendukung diseminasi
nilai keunggulan
3. Mengembangkan
nilai-nilai demokrasi, kemanusiaan, keadilan, dan keagamaan
4. Mengembangkan secara
berkelanjutan kinerja kreatif dan produktif yang koheren dengan nilai-nilai
moral
Dengan
acuan buku Reformasi Pendidikan dalam
Konteks Otonomi Daerah (Jalal dan Supriadi, 2001), diungkapkan tentang arah
pendangan dasar pendidikan nasional, visi misi tujuan pendidikan nasional dan demokratisasi
pendidikan.
Acuan
pemikiran dalam penataan, dan pengembangan sistem pendidikan nasional harus
mampu mengakomodasikan berbagai pandangan sehingga terjadi keterpaduan dalam
konteks dengan didasarkan prinsip :
1. Membangun prinsip
kesetaraan
2. Menciptakan konfigurasi
komponen sumber
3. Menerapkan prinsip
pemberdayaaan
4. Melaksanakan prinsip
kemandirian
5. Menciptakan prinsip
toleransi dan consensus
6. Menyusun dasar perencanaan
pendidikan
7. Menerapkan prinsip
rekonstruksionis
8. Berorientasi pada
peserta didik
9. Berdasar pada prinsip
pendidikan multicultural
10. Menerapkan prinsip
globalisasi
Visi
Pendidikan Nasional adalajh pendidikan yang mengutamakan kemandirian menuju
keunggulan untuk meraih kemajuan dan kemakmuran berdasarkan nilai-nilai
Pancasila. Misi Pendidikan sesuai amanat UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan
bangsa yang ditempuh melalui pembelajaran dan pembudayaan bangsa dan masyarakat
Indonesia agar setiap insan Indonesia berpendidikan, berbudaya, cerdas, berakar
kuat pada moral dan budaya, dan berkeadilan sosial. Misi Pendidikan Nasional
jangka pendek adalah pemulihan dari krisis, misi jangka menengah adalah
pemberdayaan masyarakat dalam bidang pendidikan, misi jangka panjangnya adalah
tercapainya masyarakat Indonesia baru yaitu masyarakat madani. Tujuan
Pendidikan Nasional mampu menghasilkan manusia sebagai individu dan anggota
masyarakat yang sehat dan cerdas.
Makna
demokratis dalam pendidikan yaitu proses pengembalian keputusan pendidikan
melibatkan semua tingkatan secara maksimal, dan upaya harus dilakukan dalam
rangka demokratisasi pendidikan adalah :
1. Perluasan dan
pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan
2. Pendidikan untuk semua
3. Pemberdayaan dan
pendayagunaan berbagai institusi kemasyarakatan
4. Pengakuan hak-hak
masyarakat termasuk hak pendidikan
5. Kerja sama dengan dunia
usaha dan industry
Kegiatan Belajar 2 : Konsep Pembelajaran Berwawasan
kemasyarakatan
Pembelajaran
berwawasaan kemasyarakatan dilandasi
oleh pemikiran dari berbagai teori pembelajaran,
yaitu teori humanistik, teori progresivisme, dan teori konstruksivisme, serta pendidikan
berbasis masyarakat. Pembelajaran berwawasan kemasyarakatan harus didasarkan
pada hal-hal berikut :
1. Kebermaknaan dan
kebermanfaatan bagi peserta didik
2. Pemanfaatan lingkungan
dalam pembelajaran
3. Materi pembelajaran
terintegrasi dengan kehdupan sehari-hari peserta didik
4. Masalah yang diangkat
dalam pembelajaran ada kesesuaian dengan kebutuhan peserta didik
5. Menekankan pada
pembelajaran partisipatif yang berpusat pada peserta didik
6. Menumbuhkan kerja sama
di antara peserta didik
7. Menumbuhkan kemandirian
Menurut
Galbarait (Marzuki: 2004), pendidikan berbasis masyarakat mengandung beberapa
makna, yaitu :
1) Kemampuan peserta didik
meningkat
2) Partisipasi dan
demokrasi
3) Mobilisasi aksi
masyarakat
Dari pendapat
tersebut terdapat prinsip-prinsip pembelajaran yang dapat disimpulkan, yaitu :
1. Determinasi Diri (self determination)
2. Membantu dirinya
sendiri (self help)
3. Mengembangkan
kepemimpinan (Leadership Development)
4. Lokalisasi (localization)
5. Pelayanan Terpadu (Integrated Delivery of Service)
6. Menerima Perbedaan (Accept Diversity)
7. Belajar Terus Menerus (Lifelong Learning)
MODUL 4
Satuan dan
Program Pendidikan Masyarakat
Kegiatan Belajar 1 : Satuan dan Program Pendidikan
di Masyarakat
Mengacu
pada UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 10, satuan pendidikan adalah
kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal,
nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
Satuan
Pendidikan yang ada di masyarakat menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal
26 ayat 4 adalah lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat
kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, serta satuan pendidikan yang
sejenis.
Program
pendidikan yang ada di masyarakat menurut UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 pasal
26 ayat 3 adalah pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan
keaksaraan, pendidikan keterampilan, pendidikan kesetaraan.
Kegiatan Belajar 2 : Pendekatan Pembelajaran dalam
Berbagai Satuan Pendidikan di Masyarakat
Pendekatan
yang dapat digunakan dalam pembelajaran pada berbagai satuan pendidikan adalah
pedagogi dan andragogi. Dalam model pedagogi, guru memiliki peran dalam
pembelajaran karena didasari oleh beberapa asumsi mengenai peserta didik yaitu
:
1. Kebutuhan untuk
mengetahui (The need to know)
2. Konsep diri peserta
didik (The leaners self konsep)
3. Peran pengalaman (The role of experience)
4. Kesiapan untuk belajar
(Readliness to learn)
5. Berorientasi
belajar (Orientation to learning)
6. Motivasi (Motivation)
Proses
pembelajaran pedagogi cenderung teacher centered. Hal ini dilandasi dengan ciri
: 1) adanya dominasi guru dalam pembelajaran, 2) Bahan belajar terdiiri dari
konsep-konsep yang datangnya dari guru, 3) Materi belajar cenderung bersifat
dominan, 4) Peserta didik tinggal menerima instruksi yang ditentukan oleh guru.
Knowles
(1980) mendefinikan andragogi sebagai seni dan ilmu dalam membantu peserta
didik untuk belajar (the science and arts
of helping adults learn). Andragogi disebut juga sebagai teknologi
pelibatan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran penerapan model.
Menurut
pandangan andragogi, setiap pendidik harus mampu membantu peserta didik dalam
penyelenggaraan pendidikan :
1. Menciptakan suasana
kondusif untuk belajar melalui kerja sama dalam merencanakan program
pembelajaran.
2. Menemukan kebutuhan
belajar
3. Merumuskan tujuan dan
materi yang cocok untuk memenuhi kebutuhan belajar
4. Merancang pola belajar
dalam sejumlah pengalaman belajar untuk peserta didik
5. Melaksanakan kegiatan
belajar dengan menggunakan metode, teknik, dan sarana belajar yang tepat
6. Menilai kgiatan belajar
serta mendiagnosis kembali kebutuhan belajar untuk kegiatan pembelajaran
selanjutnya.
Asumsi
yang dijadikan landasan dalam teori andragogi adalah sebagai berikut :
1) Orang dewasa mempunyai
konsep diri
2) Orang dewasa mempunyai
akumulasi pengalaman
3) Orang dewasa mempunyai
kesiapan untuk belajar
4) Orang dewasa berharap
dapat segera menerapkan perolehan belajarnya
5) Orang dewasa memiliki kemampuan
untuk belajar
Modul 7
Pembelaran
Multikultural
Kegiatan Belajar 1 :Konsep Dasar Pembelajaran
Multikultural
Dalam
proses pembelajaran tidak dapat lepas dari unsur-unsur kebudayaan seperti :
1. Kebudayaan merupakan
suatu keseluruhan yang kompleks
2. Kebudayaan merupakan
suatu prestasi kreasi manusia yang material.
3. Kebudayaan dapat pula
berbentuk fisik
4. Kebudayaan dapat pula
berbentuk kelakuan-kelakuan yang terarah
5. Kebudayaan merupakan suatu
realitas yang objektif yang dapat dilihat
6. Kebudayaan tidak
terwujud dalam suatu kehidupan manusia soliter.
Menurut
Ki Hadjar Dewatoro, kebudayaan berarti budah budi manusia yang merupakan hasil
perjuangan manusia terhadap dua pengaruh yang kuat yaitu alam dan zaman.
Rumusan tersebut mengandung makna :
1. Kebudayaan selalu bersifat
kebangsaan (nasional) dan mewujudkan sifat atau watak kepribadian bangsa.
2. Tap-tiap kebudayaan
menunjukkan keindahan dan tingginya adat kemanusiaan pada hidup masing-masing
bangsa yang memilikinya.
3. Tiap-tiap kebudayaan
sebgai buah kemenangan manusia terhadap kekuatan alam dan zaman memudahkan dan
melancarkan hidupnya serta memberi alat-alat baru untuk meneruskan kemajuan
hidup dan memudahkan serta memajukan dan mempertinggi taraf kehidupan
Thomas
Hickema (Tilaar: 2000) mengungkapkan tentang tugas guru dalam menerapkan
nilai-nilai sebagai inti kebudayaan adalah :
1. Pendidik haruslah
menjadi seorang model
2. Harus menciptakan
masyrakat bermoral
3. Mempraktekkan disiplin
moral
4. Mencptakan suasana
demokratis
5. Mewujudkan nilai-nilai
melalui kurikulum
6. Menciptakan budaya
kerja sama
7. Menumbuhkan kesadaran
karya
8. Mengembangkan resolusi
konflik
Kegiatan Belajar 2 : Strategi Pengelolaan
Pembelajaran Multikultural
Menurut
Tilaar (2000), rumusan operasional mengenai hakikat pendidikan mempunyai
komponen-komponen sebagai berikut :
1. Pendidikan merupakan
suaru proses berkesinambungan
2. Proses pendidikan
berarti menumbuhkembangkan eksistensi manusia
3. Eksistensi manusia yang
memasyarakat.
4. Proses pendidikan dalam
masyarakat yang membudaya
5. Proses bermasyarakat
dan membudaya
Javier
Perez (Tilaar: 2000) mengungkapkan bahwa perdamaian harus dimulai dari diri
kita masing-masing. Bahan-bahan belajar yang dapat dijadikan acuan dalam
pembelajaran perdamaian adalah :
a. Bahan-bahan atau materi
pembelajaran harus memberi bantuan praktis dalam pembelajaran tentang
perdamaian
b. Bahan-bahan atau materi
pembelajaran harus menggunakan berbagai metode yang dapat mengembangkan peran
serta peserta didik secara aktif
c. Bahan-bahan atau materi
pembelajarab harus mampu memenuhi kebutuhan
d. Bahan-bahan atau materi
pembelajaran harus merangsang minat peserta didik untuk lebih memahami kelompok
atau kebudayaan lain
e. Bahan-bahan atau materi
pembelajaran berisi kasus-kasus yang menunjukkan pertikaian antar manusia yang
dapat diselesaikan secara damai
f. Bahan-bahan atau materi
pembelajaran harus mnenrangkan masalah-masalah yang paling penting untuk
menciptakan perdamaian.
Strategi
untuk mempelajari nilai-nilai inti yang berhubungan dengan hak-hak asasi
manusia adalah : 1) belajar tentang hak-hak asasi manusia, 2) belajar bagaimana
memperjuangkan hak-hak asasi manusia, 3) belajar melalui pelaksanaan hak-hak
asasi manusia.
Strategi
pembelajaran untuk demokrasi dapat dilakukan dengan cara : 1) etos demokrasi
harus belaku di tempat pembelajaran, 2) pembelajaran untuk demokrasi
berlangsung secara terus menerus, 3) penafsiran demokrasi harus sesuai dengan
konteks sosial budaya, ekonomis, dan evolusinya.
Kegiatan Belajar 3 : Prosedur Pengelolaan
Pembelajaran Multikultural
Prosedur
yang ditempuh dalam pengelolaan pembelajaran multicultural adalah melalui
tahapan : 1) kegiatan pendahuluan, 2) kegiatan utama, 3) analisis, 4)
abstraksi, 5) penerapan, dan 6) kegiatan penutup.
Kegiatan
pendahuluan dalam pembelajaran multikultiral adalah menciptakan suasana yang
kondusif sehingga setiap peserta didik dapat belajar dalam harmoni kebersamaan.
Kegiatan
utama merupakan kegitan instruksional yang menekankan pada penciptaan
pembelajaran yang harmoni untuk membentuk kepribadian peserta didik yang penuh
toleransi didasarkan pada keanekaragaman budaya.
Kegiatan
analisis dalam pembelajaran multikultural adalah memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk berbagi pemikiran dan pemahaman pribadi tentang sesuatu
yang sudah dipelajarinya.
Abstraksi
dalam pembelajaran multikultural merupakan upaya pendidik untuk memperjelas
materi inti yang harus dipahami oleh peserta didik.
Penerapan
dalam pembelajaran multikultural adalah untuk mengukur perubahan yang terjadi
pada peserta didik setelah mengikuti pembelajaran.
Kegiatan
penuup adalah kegiatan akhir dari prosedur pembelajaran multikultural yang
dapat dilakukan sekaligus dengan kegiatan penilaian.
Modul 8
Muatan Life Skills dalam Pembelajaran
Berwawasan Kemasyarakatan
Kegiatan Belajar 1 : Konsep Dasar Life Skills
Dunia
pendidikan di Indonesia menghadapi beberapa tantangan besar, diantaranya
sebagai berikut : 1) Dunia pendidikan dituntut untuk mempertahankan hasil-hasil
pembangunan yang telah dicapai, 2) Dunia pendidikan dituntut untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang kompeten, mampu bersaing dalam pasar
kerja global, 3) Dunia pendidikan dituntut mengubah paradigama dengan
pendidikan yang demokratis, mendorong partisipasi masyarakat dan menghargai
keragaman kebutuhan dan konsisi daerah, 4) masih rendahnya pertumbuhan ekonomi
dan menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat dan munculnya berbagai masalah
sosial yang mendasar, 5) Kualitas sumber daya manusia Indonesia masih rendah,
6) Kualitas manusia dipengaruhi juga oleh kemampuan dalam mengelola sumber daya
alam dan lingkungan hidup.
Broling
(1989) “life skills” adalah interaksi
berbagai pengetahuan dan kecakapan yang sangat penting yang dimiliki oleh seseorang
sehingga meraka dapat hidup mandiri. Kent Davis (2000:1) kecakapan hidup adalah
“manual pribadi” bagi tubuh seseorang.
Kecakapan
hidup/life skills versi Broling dipilah menjadi :
1. Kecakapan personal (personal skills) yang mencakup kecakapan
mengenal diri (self awareness), dan
kecakapan berpikir rasional (thingking
skills)
2. Kecakapan sosial (social skills)
3. Kecakapan kademik (academic skills)
4. Kecakapan vokasional (vocational skills)
Kegiatan Belajar 2 : Jenis-jenis Life Skills
Broling
(1989) mengelompokkan life skills
menjadi : a) Kecakapan hidup sehari-hari (daily
living skills), b) Kecakapan hidup sosial pribadi (personal/social skill), c) Kecakapan hidup bekerja (occupational skill).
WHO
(World Health Organization) mengelompokkan life
skills menjadi lima jenis, yaitu : 1) Self
awareness/personal skill, 2) Social
skill, 3) Thingking skill, 4) Academic skill, 5) Vocational skill.
Direktorat
Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda mengemukakan jenis-jenis life skills sebagai berikut : 1)
Kecakapan pribadi (personal skills),
2) Kecakapan sosial (social skill),
3) Kecakapan akademik (academic skill),
4) Kecakapan vokasional (vocational skill).
Direktorat
Kepemudaan mengungkapkan tiga jenis life skills, yaitu 1) Kecakapan Personal,
2) Kecakapan sosial, 3) Kecakapan vokasional.
Dalam
dunia kerja, Satori (2002) mengenalkan jenis-jenis life skills dalam
employability skills sebagai berikut : 1) Keterampilan Dasar, 2) Keterampilan
berpikir tingkat tinggi, 3) Karakter dan keterampilan afektif. Satori
menghubungkan antara life skills
dengan employability skill, vocational skills, dan occupational skills.
Slameto
membagi life skills menjadi 2 bagian, yaitu :
Kecakapan
Dasar
|
Kecakapan
Instrumental
|
a.
Kecakapan
belajar terus menerus
b.
Kecakapan
membaca, menulis, dan menghitung
c.
Kecakapan
berkomunikasi : lisan, tulisan, tergambar dan mendengar
d.
Kecakapan
berpikir
e.
Kecakapan
qalbu (spiritual), rasa dan emosi
f.
Kecakapan
mengelola kesehatan badan
g.
Kecakapan
merumuskan keinginan dan upaya-upaya untuk mencapainya
h.
Kecakapan
berkeluarga dan sosial
|
a.
Kecakapan
memanfaatkan teknologi dalam kehidupan
b.
Kecakapan
mengelola sumber daya
c.
Kecakapan
bekerja sama dengan orang lain
d.
Kecakapan
memanfaatkan informasi
e.
Kecakapan
menggunakan sistem dalam kehidupan
f.
Kecakapan
berwirausaha
g.
Kecakapan
kejujuran, termasuk olahraga dan seni (citarasa)
h.
Kecakapan
memilih, meyiapkan dan mengembangkan karier
i.
Kecakapan
menjaga harmoni dengan lingkungan
j.
Kecakapan
menyatukan bangsa berdasarkan nilai-nilai Pancasila
|
Kegiatan Belajar 3 : Pendekatan dan Strategi
Pengembangan Muatan Life Skills pada Pembelajaran
Berwawasan
Kemasyarakatan
Pendekatan
Pendidikan berbasis luas (Broad based
education) sebagai pendekatan dalam penyelenggaraan pendidikan yang
berorientasi life skills dmaksudkan sebagai upaya agar pendidikan dapat
memenuhi pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
1. Pendidikan ditujukan
untuk membentuk masyarakat Indonesia baru yang demokratis
2. Masyarakat demokratis
memerlukan pendidikan yang dapat menumbuhkan individu dan masyarakat yang
demokratis
3. Pendidikan diarahkan
untuk mengembangkan tingkah laku yang menjawab tantangan internal dan global
4. Pendidikan harus mampu
mengarahkan lahirnya suatu bangsa Indonesiaa yang bersatu dan demokratis
5. Dalam menghadapi
kehidupan global yang kompetitif dan inovatif, pendidikan harus mampu
mengembangkan kemampuan berkompetitif dalam rangka kerja sama
6. Pendidikan harus mampu
mngembangkan kebhinekaan menuju kepada terciptanya suatu masyarakat Indonesia
yang bersatu di atas kekayaan kebhinekaan masyarakat
7. Pendidikan harus mampu
mengindonesiakan masyarakat Indonesia sehingga setiap insan Indonesia merasa
bangga menjadi warga Negara Indonesia
Wardiman
(1998:73) menyebutkan pendidikan berbasis luas nerupakan sistem baru yang berwawasan
sumber daya manusia, berwawasan keunggulan, menganut prinsip tidak mungkin
membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki keunggulan, kalau
tidak diawali dengan pembentukan dasar (fondasi) yang kuat.
Strategi
pengembangan muatan life skills pada
pembelajaran yang berwawasan kemasyarakatan meliputi :
a. Strategi
Renung-Latih-Telaah (RLT)
Strategi RLT yang berarti perenungan, Pelatihan atau
Pembiasaan dan Pennelaahan dikemukakan oleh Marwah Ibrahim : pendidikan yang
berorientasi life skills perlu
dilaksanakan dengan strategi perenungan hakikat dan makna hidup/diri,
peltihan/pembiasaan, tentang bagaimana mengelola (manajemen) hidup, dan
penelaahan kisah sukses tokoh-tokoh sukses.
b. Strategi Laerner Cantered yang dikembangkan oleh
Direktorat Kepemudaan yang menuntut penyelenggaraan life skills dalam pembelajaran menggunakan prinsip ;
1)
Pengembangan
berdasarkan minat dan kebutuhan individu dan/atau kelompok sasaran
2)
Pengembangan
kecakapan terkait dengan karakteristik potensi wilayah setempat (SDA dan
potensi sosial budaya)
3)
Pengembangan
kecakapan dilakukan secara nyata sebagai
dasar sektor usaha kecil atau industry rumah tangga
4)
Pengembangan
kecakapan berdasarkan pada peningkatan kompetensi keterampilan peserta didik
untuk berusaha dan bekerja sehingga tidak terlalu teoritik namun lebih bersifat
aplikatif operasional
c. Strategi Kurkulum
Berbasis Kompetensi
d. Strategi Penguatan
Pendidikan Ekstrakurikuler
Pola
penyelenggaran pembelajaran berorientasi life skills, salah satunya adalah
menggunakan 15 langkah, yaitu :
1. Penyiapan Diri
2. Penyiapan Lembaga
Masyarakat
3. Mengidentifikasi
Potensi Penyelenggara Program
4. Menyusun Rencana
Kegiatan Pendidikan Kecakapan Hidup
5. Menyusun Kurikulum dan
Strategi Pendidikan Kecakapan Hidup
6. Menyusun/Mengadakan
Bahan belajar
7. Menyusun Instrumen
Pemaantauan, Penilaian, dan Pendampingan
8. Melaksanakan Orientasi
Bagi Pengelola dan Narasumber
9. Melaksanakan
sosialisasi Program kepada Stakeholders
10. Melaksanakan
Pembekalan/Pembelajaran
11. Malaksanakan Fasilitasi
Pemandirian Kecakapan Hidup Peserta Didik
12. Mamantau, Menilai dan
Memfasilitasi Pelaksanaan Program
13. Menilai Program
Pendidikan Kecakapan Hidup
14. Menyusun Laporan
Pelaksanaan Program Pendidikan Kecakapan Hidup
15. Menyusun Rencana Tindak
Lanjut Program
Modul 9
Model-Model
Pembelajaran Sosial
Kegiatan Belajar 1 : Model Pembelajaran Partisipatif
Pembelajaran
partisipatif pada intinya dapat diartikan sebagai upaya pendidik untuk
mengikutsertakan peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, yaitu : perancanaan
program (program planning),
pelaksanaan program (program
implementation), dan penilaian program (program
evaluation).
Ciri-ciri
pembelajaran partisipatif :
a. Pendidik menempatkan
diri pada kebutuhan tidak serba mengetahui terhadap semua bahan belajar
b. Pendidik memainkan
peran untuk membantu peserta didik dalam melakukan kegiatan pembelajaran
c. Pendidik melakukan
motivasi terhadap peserta didik untuk berpartisipasi dalam pembelajaran
d. Pendidik menempatkan
dirinya sebagai peserta didik
e. Pendidik bersama
peserta didik saling belajar
f. Pendidik membantu
peserta didik untuk menciptakan situassi belajar yang kondusif
g. Pendidik mengembangkan
kegaitan pembelajaran berkelompok
h. Pendidik mendorong
peserta didik untuk meningkatkan semangat berprestasi
i.
Pendidik
mendorong peserta didik untuk berupaya memecahkanpermasalahan yang dihadapi
dalam kehidupannya.
Knowles
(1977) langkah-langkah yang harus dilakukan pendidik untuk membantu peserta
didik dalam menumbuhkan dan mengembangkan situasi kegiatab dapat dilakukan
dengan :
1. Membantu peserta didik
menciptakan iklim belajar
2. Membantu peserta didik
dalam menyusun kelpmpok belajar
3. Membantu peserta didik
dalam mendiagnosis belajar
4. Membantu peserta didik
dalam menyusun tujuan belajar
5. Membantu peserta didik
dalam merancang pengalaman belajar
6. Membantu peserta didik
dalam melakukan kegiatan pembelajaran
7. Membantu peserta didik
dalam penilaian hasil, proses dan pengaruh kegiatan pembelajaran
Kegiatn Belajar 2 : Model Pendekatan Pembelajaran
Kontekstual
Dalam
menyiapkan anak untuk bersosialisasi di masyarakat, sejak dini anak harus sudah
megenal lingkungan keidupannya. Model pembelajaran kontekstual merupakan upaya
pendidik untuk menghubungkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi
dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik melakukan hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan meraka.
Dalam
penerapan pembelajaran kontekstual dilandasi aliran konstruktivisme yaitu yang
menekankan pada pengalaman langsung peserta didik sebagai kunci dalam
pembelajaran.
Pembelajaran
kontekstual memiliki perbedaan dengan pembelaaran konvensional, tekanan perbedaannya
yaitu pembelajaran konstekstual lebih bersifat student centered dengan proses pembelajarannya berlangsung alamiah
dalam membentuk kegiatan peserta didik bekerja dan mengalami. Sedangkan
pembelajaran konvensional lebih cenderung teacher
centered, yang dalam proses pembelajarannya siswa lebih banyak menerima
informasi bersifat abstrak dan teoritis.
Dalam
penerapan pembelajaran kontekstual di kelas, tidak terlepas harus memperhatikan
komponen-komponen sebagai acuan utamanya, yaitu :
a. konstruktivisme (construktivisme)
b. Pecarian (Inqury)
c. Bertanya (Questioning)
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
e. Pemodelan (Modeling)
f. Refleksi (Reflection)
g. Penilaian yang
sebenarnya (Authentic Assesment)
Kegiatan belajar 3 : Model Pembelajaran Mandiri
Menurut
Knowles (1975) belajar mandiri lebih
ditekankan pada orang dewasa dengan asumsi semakin dewasa peserta didik maka :
1. Dapat mengurangi
ketergantungan pada orang lain
2. Dapat menumbuhkan
proses alamiah perkembangan jiwa
3. Dapat menumbuhkan
tanggung jawab pada peserta didik
Faktor-faktor
yang mempengaruhi kesiapan belajar mandiri :
1. Terbuka terhadap setiap
kesempatan belajar
2. Memiliki konsep diri
3. Berinisiatif
4. Memiliki kecintaan
terhadap belajar
5. Kreativitas
6. Memiliki orientasi ke
masa depan
7. Memiliki ketarampilan
belajar